Jadi Beban Anak

POS-KUPANG.COM- SUDAH hampir tiga semester para siswa di seluruh wilayah Indonesia termasuk Nusa Tenggara Timur ( NTT) harus belajar dari rumah yang disebut dengan pembelajaran online.

Hal ini dilakukan lantaran pendemi virus corona yang menyebar secara merata di semua wilayah Indonesia hingga saat ini. Bahkan untuk wilayah NTT, beberapa waktu belakangan ini mengalami peningkatan yang cukup siginifikan.

Jumlah pasien terus bertambah setiap hari dan yang meninggal juga terus meroket. Walau demikian, jumlah yang sembuh juga mengalami peningkatan.

Sikap pemerintah yang membatasi tatap muka langsung di ruang kelas dimaksudkan untuk mencegah anak terpapar virus corona atau Covid-19. Sekaligus mencegah terus meluasnya penyebaran virus tersebut.

Baca juga: Kegiatan Belajar Mengajar di Kabupaten Sumba Timur Masih Menggunakan Sistem Belajar Dari Rumah

Dengan adanya pembatasan ini maka siswa atau murid tidak bisa lagi mendapat pelajaran secara langsung tetapi melalui media lain baik itu melalui zoom atau perangkat lainnya.Untuk sementara orangtua harus jadi pendamping belajar anak.

Belajar online merupakan cara baru yang dilaksanakan agar para siswa tetap bersekolah. Namun, cara ini oleh pakar pendidikan dianggap tidak efektif. Karena guru tidak bisa mengawasi langsung para siswa. Guru hanya memberikan materi ajar secara daring tetapi prilaku anak dipantau orangtua di rumah.

Masalah lain adalah fasilitas yang terbatas baik media komunikasi seperti Hp yang memiliki kualitas online dan komunikai serta jaringan internet yang belum merata.

Namun, cara belajar ini dirasakan sangat membebani para siswa. Sebab, guru tak langi mengajar sepenuhnya melainkan memberi tugas begitu banyak pada siswa untuk diselesaikan.

Baca juga: Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Belu :  Siswa di Belu Masih Belajar Dari Rumah

Para siswa sepertinya terbebani, lantaran setiap pelajaran dengan tugas masing-masing. Bahkan ada pelajaran yang memberi hingga lebih dari satu tugas ke siswa. Para siswa di NTT yang merasa beban belajarnya sangat tinggi mengadukan hal ini ke DPRD NTT

Belasan anak itu menyapaikan temuan mereka di daerah masing-masing di NTT kemudian memaparkan rekomendasi temuan mereka ke pemerintah Provinsi NTT
Kita memahami beban pelajar dalam mengikuti model pembelajaran online ini.

Di sisi lain, kita juga maklum kebijakan pemerintah yang belum memperbolehkan siswa belajar tatap muka.

Sebenarnya bisa dicari jalan tengah untuk selesaikan masalah ini. Kita bisa melihat contoh di toko-toko hingga mini market dan swalayan di Kota Kupang. Pihak manajemen memasang pembatasan tranparan hingga pelanggan dan kasir tidak kontak langsung

Ini juga bisa diterapkan di dalam kelas. Masing-masing meja atau kursi tiap siswa bisa dipasang pembatas transparan. Maka, para siswa, orangtua dan guru tak pelu khawatir lagi dengan belajar tatap muka. Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan agar siswa tetap belajar tanpa merasa terbebani. (*)

Baca Salam Pos Kupang Lainnya

Belum ada Komentar untuk "Jadi Beban Anak"

Posting Komentar