Siti Nurbaya dalam bingkai masa silam kini dan nanti

Jakarta (ANTARA) - Indonesia Kaya bekerja sama dengan Garin Nugroho, Teater Musikal Nusantara (TEMAN), dan BOOW Live menyuguhkan karya teranyar serial musikal Nurbaya yang tayang di kanal YouTube IndonesiaKaya sejak 1 Juli 2021 dan akan diunggah satu episode setiap pekannya dengan total enam episode.

Adegan pada episode pertama dibuka dengan ‘malam bainai’ Siti Alimah yang semarak. Di sana sang pemeran utama Siti Nurbaya (diperankan oleh Arawinda Kirana) tampak hilir mudik menghidangkan panganan untuk para tamu perempuan. Mereka semua bersuka ria dan menari serempak diiringi musik khas Minangkabau. 

Serial musikal Nurbaya ini bukan sekadar drama musikal biasa sebab konsep serta teknik penyutradaraan panggung dan film dipadupadankan. Segenap elemen yang sudah kentara sejak adegan pertama itu menciptakan atmosfer yang elok, mulai dari koreografi, musik, pencahayaan, kostum, sampai set panggung. Yang menarik, kamera bergerak dinamis dari berbagai arah sehingga membentuk pengalaman visual yang berbeda.

“Dari awal aku sudah berambisi ingin membuat Nurbaya ini bukan teater yang didokumentasikan, tapi cinematic experience,” ujar sutradara film Naya Anindita saat bincang-bincang bersama tiga pemeran Nurbaya melalui Instagram Live-nya, Kamis (8/7).

Garapan karya ini menjadi tantangan tersendiri bagi Naya saat bekerja sama dengan Venytha Yoshiantini selaku sutradara teater. Naya menekankan, ia ingin memberikan treatment film dan pencahayaan yang khusus untuk Nurbaya.

Serial musikal Nurbaya menemukan momentumnya di kala semua orang berdiam diri di rumah selama pandemi. Kini, orang tak perlu bersusah payah dan jauh-jauh datang ke aula pertunjukan demi menikmati seni teater. Gabungan teknik penyutradaraan panggung dan film yang ditayangkan secara daring telah melampauinya.

Baca juga: Enam film Indonesia ini tayang terbatas di laman Festival Film Locarno

Baca juga: Ingin angkat isu sensitif lewat film? Ini tips Garin Nugroho

Pengembangan ide kreatif

Garin Nugroho sebagai produser eksekutif saat konferensi pers virtual, Senin (28/6), mengatakan, “Untuk serial musikal Nurbaya ini ada pengembangan ide kreatif dari naskah cerita dan pengambilan latar kejadian.”

Serial musikal Nurbaya terinspirasi dari novel Sitti Nurbaya: Kasih Tak Sampai (1922) karya Marah Rusli. Menariknya, Nurbaya mengemas ulang latar waktu dan tempat yang berbeda dengan versi novelnya. Karya avant-garde abad 20-an itu ditafsir dan diintrepretasi ulang.

“Ini suatu bukti kalau Sitti Nurbaya itu karya sastra yang tidak lekang di zaman mana pun,” tutur penulis naskah Chriskevin Adefrid dari TEMAN saat dihubungi ANTARA, Minggu (11/7).
Chriskevin mengatakan bahwa dirinya bersama tim ingin mengeksplorasi cerita Sitti Nurbaya yang sesungguhnya bisa beradaptasi dengan latar zaman apa pun. “Kami ingin membuktikan bahwa dari segi premis dan pesan, itu masih relevan. Dan tentunya dari segi pengemasan, kami ingin menunjukkan sesuatu yang fresh,” lanjutnya.

Berbeda dengan latar Minangkabau awal abad 20-an di dalam novel, Nurbaya versi musikal ini mengambil latar Jakarta tahun 1970-an.

“Mas Garin memang ada visi untuk mengangkat seluk-beluk Jakarta. Khususnya apa, sih, konteks sosial yang terjadi di tahun 70-an itu karena dirasa lumayan relevan kalau cerita Sitti Nurbaya diadaptasi ke era ini,” kata Chriskevin.

Dalam episode kedua yang tayang pekan lalu, Jakarta khas era 70-an semakin dikokohkan dengan latar belakang karakter Bung Meringgih. Pasalnya, karakter antagonis ini menjalankan bisnis kelab hingga prostitusi. Jika ditilik lewat sejarah, tempat hiburan malam, perjudian, dan prostitusi memang sempat jaya saat Ali Sadikin memimpin Jakarta.

“Setelah diskusi panjang dari tim, oh ya memang menarik, sih, era 70-an. Itu era transisi, era pembangunan Jakarta zamannya Bang Ali. Saat itu Jakarta penuh dengan ingar-bingar, baru bangun taman ria. Waktu itu juga judi kan dilegalkan, banyak banget kebijakan-kebijakan yang pro-kontra pada masa itu,” papar Chriskevin.

Selain itu, menurut Garin Nugroho, konteks dunia fashion era 70-an juga tengah mengalami perubahan besar, gaya berbusana menjadi lebih modis. Sementara dari segi musik, masa itu adalah lembaran baru bagi dunia musik di Indonesia.

Bukan sekadar cerita perjodohan 

Jika menengok kembali pada versi novel, sejatinya riwayat Siti Nurbaya tidaklah selesai begitu saja pasca menikah dengan Meringgih. Siti Nurbaya sesungguhnya simbol perempuan maju dan terpelajar. Orang kerap luput memandang sosok Nurbaya. Justru bagian paling memikat adalah tentang bagaimana ia memperjuangkan hidupnya sendiri. 

“Sebenarnya tantangan dari serial ini adalah memperkenalkan kembali Nurbaya ke generasi milenial,” tutur Chriskevin.

Ia menyayangkan bahwa kebanyakan orang masih mengamini persepsi Nurbaya ‘sosok gadis malang yang dijodohkan’. “Padahal kalau baca novelnya dan memahami apa, sih, yang ingin disampaikan sastrawannya, ini adalah kritik pada zamannya. Nurbaya adalah perempuan modern di masanya. Cara pikirnya seakan melawan zaman itu dan norma-norma yang dibuat kaku,” terangnya.

Hal senada juga diungkapkan Ilya Aktop, salah satu penulis naskah yang terpilih melalui program ‘Mencari Penulis’. “Tantangan paling besar yaitu bagaimana kami bisa menyampaikan ‘ruh’ dari novel aslinya. Bukan hanya sekedar perkara cerita ‘perjodohan’ saja, tapi lebih kompleks dari itu,” ujarnya melalui keterangan teks yang ANTARA terima, Minggu (11/7).

Arawinda Kirana, pemeran tokoh Siti Nurbaya, melalui Instagram Live bersama sutradara Naya Anindita pada Kamis (8/7), berharap agar orang-orang bisa melihat sisi lain dari Nurbaya perihal perjuangan dan kebebasan memilih dalam hidup.

“Aku menciptakan karakterku sebagai seorang gadis yang memiliki pemikiran maju dan berani breaking the barrier untuk membantah stereotip bahwa wanita itu hanya boleh lemah-lembut.
Tapi wanita juga harus bisa kuat, punya impian mereka masing-masing, dan bisa menjalankan hidup sesuai yang diinginkan,” jelas perempuan yang akrab disapa Ara itu.

Serial musikal Nurbaya semakin menarik untuk dinantikan episode-episode selanjutnya. Dalam sejarah sastra Indonesia, sosok Siti Nurbaya menjadi fenomenal karena “sengaja” dipadamkan dengan alasan politis dan pengaruh hegemoni pemerintah kolonial Belanda. 

Kini, barangkali kita semua menyimpan pertanyaan serupa di dalam benak: Akan dibawa ke mana karakter Nurbaya versi musikal ini? Sejauh mana eksplorasinya? 

Ada baiknya kita tunggu dan simak episode lanjutan hingga tuntas.

Baca juga: Dua film Indonesia ditayangkan pada Pesta Raya Esplanade Singapura

Baca juga: Tiga karakter terpilih bintangi serial musikal "Nurbaya"

Baca juga: "A Perfect Fit", kolaborasi Hadrah Daeng Ratu dan Garin Nugroho

Oleh Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
COPYRIGHT © ANTARA 2021

Sumber: www.antaranews.com

Belum ada Komentar untuk "Siti Nurbaya dalam bingkai masa silam kini dan nanti"

Posting Komentar