Apa kata mereka tentang aplikasi PeduliLindungi

Jakarta (ANTARA) - Sudah hampir sebulan pemerintah mewajibkan sejumlah sektor dan lokasi menggunakan aplikasi pelacakan kontak PeduliLindungi untuk membantu mengatasi penyebaran COVID-19.

Aturan ini dituangkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 2021 untuk sejumlah sektor kritikal mulai 7 September.

Baca juga: Anggota DPR: Superapp PeduliLindungi harus pastikan aspek keamanan

Berdasarkan aturan tersebut, masyarakat wajib memindai kode QR menggunakan fitur Scan QR Code sebelum masuk gedung perkantoran atau tempat umum seperti pusat perbelanjaan.

Untuk beberapa kegiatan, masyarakat juga diminta untuk menunjukkan status vaksinasi atau sertifikat vaksin, yang juga bisa diakses melalui aplikasi tersebut.

Abellia Anggi, seorang pengajar perguruan tinggi, sudah beberapa kali menggunakan PeduliLindungi sebelum masuk pusat perbelanjaan atau restoran hampir satu bulan belakangan ini.

Kepada ANTARA, dia bercerita selama ini menggunakan fitur Scan QR Code untuk "check in" dan "check out", seperti yang diwajibkan oleh pengelola pusat perbelanjaan.

Secara umum, dia menilai tampilan antarmuka aplikasi ini cukup ramah bagi pengguna.

"Cuma, kadang kalau lupa 'check out' dari satu tempat, hari berikutnya agak 'hang' untuk 'check in'. Tapi, sepertinya ini sudah diperbaiki, akhir-akhir ini tidak ada masalah 'check in' dan 'check out'," kata Abellia.

Baca juga: Luhut: AI punya peran dalam pengendalian data dan pencegahan COVID-19

Aplikasi PeduliLindungi menjadi sarana protokol kesehatan tambahan di samping wajib menggunakan masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Fungsi "check in" pada aplikasi ini membantu pengelola fasilitas umum untuk mengecek status vaksinasi pengunjung.

Aplikasi yang mudah digunakan dan tampilan antarmuka yang ramah juga dirasakan, Dian Kusumwardhani, karyawati swasta yang bekerja di Depok, Jawa Barat.

Kantor tempatnya bekerja mewajibkan memindai kode QR sebelum masuk, biasanya dia harus menunjukkan hasil pindaian ke petugas keamanan.

Sementara Frita Oktaviyani, 31 tahun, sudah berkali-kali menggunakan fitur Scan QR Code untuk masuk ke pusat perbelanjaan dan naik MRT.

Dia memperhatikan biasanya petugas keamanan hanya mengecek aplikasi ketika "check in", tapi, tidak mengecek lagi ketika pengguna keluar apakah mereka sudah memindai ulang atau mengklik "check out" di PeduliLindungi.

"Sepertinya masih banyak yang kurang menyadari, penggunaan (PeduliLindungi) hanya syarat semata," kata Frita kepada ANTARA.

Penggunaan aplikasi PeduliLindungi tidak hanya terbatas pada fitur "check in" dan "check out", untuk perjalanan jarak jauh dengan transportasi udara, sistem PeduliLindungi terintegrasi dengan eHac dari Kementerian Kesehatan.

Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan sejumlah rumah sakit, klinik maupun laboratorium untuk hasil tes PCR atau antigen, yang secara otomatis akan diunggah ke PeduliLindungi.

Salah seorang pewarta ANTARA, Arnidhya Nur Zhafira, membagikan pengalaman mengurus perjalanan ke luar negeri saat pandemi ini. Dia menjalani tes swab PCR di salah satu klinik yang berafiliasi dengan sistem NAR Kementerian Kesehatan sebelum perjalanan.

"Tidak sampai 24 jam, hasilnya sudah diunggah ke PeduliLindungi oleh klinik," kata dia.

Baca juga: Kemarin kasus COVID-19 melandai, pemerintah cegah klaster di sekolah

Meski pun hasil tes sudah ada di aplikasi PeduliLindungi, demi kelancaran perjalanan, dia tetap mencetak hasil swab negatif PCR dan sertifikat vaksin.

Reza Ramadhani, 32 tahun, selama satu bulan belakangan beberapa kali melakukan perjalanan domestik yang mengharuskannya menggunakan aplikasi PeduliLindungi.

Dia menilai penggunaan di lapangan kurang efektif karena sertifikat vaksin masih bisa ditunjukkan dengan tangkapan layar, tidak harus dengan aplikasi PeduliLindungi.

Menyimpan sertifikat vaksin dalam bentuk tangkapan layar atau berkas PDF bagi Frita adalah hal wajib karena pernah mengalami koneksi terganggu saat harus menggunakan PeduliLindungi.

"Kalau sinyal hilang, tidak bisa menunjukkan," kata Frita.

Sementara A. Syarief, seorang karyawan di Jakarta, selama bepergian dengan pesawat terbang tidak begitu memperhatikan apakah klinik tempat tes COVID-19 berafiliasi dengan sistem Kemenkes dan PeduliLindungi.

Untuk itu, apakah hasil tes otomatis masuk ke aplikasi PeduliLindungi atau tidak, dia tetap membawa hasil cetak swab PCR atau antigen yang menyatakan dia negatif COVID-19.

Apalagi untuk keperluan pekerjaan, dia masih harus menunjukkan surat fisik keterangan negatif COVID-19 karena tidak semua menggunakan PeduliLindungi.

"Surat antigen masih jadi 'kitab suci'-nya," kata Syarief.

Di mata lansia
Pengguna ponsel generasi Z dan milenial mungkin tidak begitu merasa kesulitan menggunakan PeduliLindungi.

Syarief meski pun sehari-hari menggunakan ponsel, beberapa kali alpa mematikan fitur GPS pada ponselnya setelah menggunakan PeduliLindungi. Aplikasi PeduliLindungi memang mewajibkan pengguna menyalakan GPS, jika tidak, aplikasi tidak terbuka.

Akibatnya, baterai ponsel akan cepat habis.

Eti Juansih, 64 tahun, mengaku kesulitan mengoperasikan PeduliLindungi meski pun dia sudah memiliki ponsel sendiri.

"Kendala ketidaktahuan, kan, jarang yang udah tua 'oprek-oprek' (mengulik) hape (ponsel)," kata Eti kepada ANTARA.

Dia menceritakan pengalamannya ketika belanja dan ke klinik berobat yang membuatnya harus membuka aplikasi PeduliLindungi. Karena sering berada di rumah, Eti seringkali tidak punya kuota internet.

Selain itu, dia masih belum paham menggunakan ponsel pintar kecuali untuk komunikasi dasar seperti menelepon dan mengirim pesan di aplikasi pesan instan.

Dia mengandalkan anaknya untuk menggunakan aplikasi PeduliLindungi atau jika tidak ditemani anak, paling tidak sudah diajari caranya sebelum pergi.

Meski sudah diajari, dia tetap merasa kesulitan. Akhirnya, mau tidak mau dia meminta petugas di lapangan jika harus memakai PeduliLindungi.

"Akhirnya memaksa petugas muda, kalau memang diharuskan pakai PeduliLindungi. Jadi dia (petugas) saja yang urus aplikasinya," kata Eti.

Penggunaan aplikasi PeduliLindungi semakin meluas seiring dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di luar Jawa-Bali yang diperpanjang hingga 4 Oktober.

Sebelum Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 2021 mengharuskan penggunaan PeduliLindungi, aplikasi ini digunakan untuk pendaftaran vaksinasi, mengecek sertifikat vaksin, melihat zona risiko penyebaran sampai akses ke layanan telemedisin.

Pemerintah mulai menguji coba penggunaan aplikasi PeduliLindungi untuk pasar tradisional, dari yang semula hanya di pusat perbelanjaan.

Penggunaan aplikasi ini diharapkan bisa membantu mengatasi penyebaran virus corona selain menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Baca juga: Masyarakat sambut baik perjalanan dengan aplikasi alternatif

Baca juga: Kemenperin: Industri rasakan manfaat aplikasi PeduliLindungi

Baca juga: Ahli FKM UI: Jangan euforia, peningkatan kasus COVID-19 masih ada

Oleh Natisha Andarningtyas
Editor: Ida Nurcahyani
COPYRIGHT © ANTARA 2021

Belum ada Komentar untuk "Apa kata mereka tentang aplikasi PeduliLindungi"

Posting Komentar